Sedekah Bumi, Simbol Syukur Masyarakat Kedungsuren
Sebagai rasa syukur terhadap hasil
bumi yang melimpah, masyarakat Desa Kedungsuren Kecamatan Kaliwungu
Selatan melaksanakan ritual sedekah bumi, Jumat (17/12). Selain sedekah
bumi, dalam pelaksanaan tradisi tahunan tersebut juga dibarengi dengan
haul Kiai Abdillah Baqik yang dipercaya sebagai sesepuh yang pernah
membangun alias "mbabat alas" Desa Kedungsuren.
Menurut Kepala Desa
Kedungsuren, Nandirin, kegiatan sedekah bumi yang dilaksanakan di
desanya meruapakan kegiatan turun menurun yang dilaksanakan tiap tahun.
Pelaksanaannya, kata dia, diselenggarakan setiap hari kesepuluh bulan
Suro, atau bulan Muharam. Namun, lanjutnya, baru dua tahun terakhir,
sejak dirinya menjadi Kades, kegiatan sedekah bumi dibuat meriah.
"Sebelumnya acara ini hanya
dirayakan dengan sederhana. Saya memandang momentum ini bisa dibuat
lebih meriah dan bisa menjadi suatu tradisi yang menarik untuk
diritualkan guna mengundang warga dari daerah lain untuk ikut ritual,"
ujar Nandirin.
Menurut cerita Nandirin,
Desa Kedungsuren merupakan desa tempat beristirahatnya Kiai Abdillah
Baqik atau Ki Ageng Karto Suryo Widjaja, ketika mengambil kayu untuk
pilar pembangunan Masjid Demak. Saat pembangunan Masjid Demak, salah
satu pilar masjid diambil dari daerah Tunggak Ombo, Desa Kedungsuren.
Kala itu, Kiai Abdillah
Baqik beserta anak buahnya berusaha membawa kayu yang akan dijadikan
pilar masjid dengan cara melarungnya melalui Kali Blorong yang mengalir
di daerah itu. "Kayu tersebut diceritakan dilarung hingga Demak.
Peristiwa larung kayu pilar Masjid Demak tersebut, juga kami peringati
dengan sedekah bumi dan ritual melarung kepala kambing ke kali Blorong,"
jelasnya.
Berbut Berkah
Dalam
kegiatan sedekah bumi ini, penyelenggaran juga menggelar pagelaran
wayang kulit semalam suntuk dan tahlilan di makam Abdillah Baqik sebagai
puncak acara. Sebelum acara tahlilan, warga di tiga dusun yang ada di
Desa Kedungsuren, yaitu Dusun Glagah, Dusun Krajan Barat dan Krajan
Timur membawa hasil buminya untuk dikumpulkan di petilasan Kiai Abdillah
Baqik.
Setelah hasil bumi
dikupulkan, kemudian diserahkan ke Kepala Desa. Selanjutnya, hasil bumi
yang telah terkumpul itu kembali diberikan kepada warga. Biasanya,
ratusan warga yang datang ikut berebut untuk mendapatkan hasil bumi
tersebut.
"Hasil bumi yang telah
diberi doa dalam acara ritual, dipercaya oleh masyarakat setempat
sebagai jimat yang bisa membawa kesuksesan maupun rejeki. Warga percaya,
jika mendapatkan hasil bumi yang telah diberi doa, akan membawa rejeki
melimpah bagi mereka," jelas Nandirin.
Sementara, Siti Nuryati
(46), warga Desa Kedungsuren mengatakan, setiap tahun dirinya selalu
ikut dan ambil bagian dalam prosesi ritual rebutan hasil bumi. "Saya
setiap tahun ikut rebutan, berharap bisa mendapatkan rejeki melimpah dan
hasil panen yang baik," ujar Siti. (Lanang Wibisono/CN27)